TUGAS MAKALAH
MK
PENDIDIKAN
KEWARGANEGARAAN
JUDUL: KRISIS
MONETER
Disusun Oleh :
Anissa (51214303)
Kelas: 1DF03
Dosen: Helnawaty
UNIVERSITAS GUNADARMA
KATA
PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa
karena dengan rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya saya dapat
menyelesaikan makalah tentang Pendapatan Nasional ini dengan baik meskipun
banyak kekurangan didalamnya. Dan juga kami berterima kasih pada Ibu Apriana Anggraeni Bangun yang telah memberikan tugas ini kepada saya.
Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan serta pengetahuan kita mengenai pendapatan nasional. Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kami berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan makalah yang telah kami buat di masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun.
Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya. Sekiranya laporan yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami sendiri maupun orang yang membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan kami memohon kritik dan saran yang membangun demi perbaikan di masa depan.
Bekasi, 10 April 2015
Penyusun
BAB
I
PENDAHULUAN
Latar Belakang Masalah
Krisis moneter
adalah anjloknya perekonomian suatu negara yang disebabkan oleh hancurnya suatu
sistem pemerintahan yang berdampak besar terhadap suatu negara. Indonesia
selama perkembangannya telah mengalami beberapa fase pemerintahan. Sebagai
negara berkembang, Indonesia sudah sering mengalami krisis moneter. Krisis
moneter yang paling parah terjadi pada pertengahan tahun 1997, berawal dari
melemahnya mata uang Thailand baht terhadap dollar AS. Pada tanggal 14 dan 15
Mei 1997, nilai tukar baht terhadap dollar AS mengalami gocangan akibat para
investor asing mengambil keputusan jual karena tidak percaya lagi terhadap
prospek perekonomian dan ketidakstabilan politik negara Thailand.
Sehingga pada
tanggal 2 Juli 1997, bank sentral Thailand mengumumkan bahwa nilai tukar baht
dibebaskan dari ikatan dollar AS dan meminta bantuan IMF (International Monetary Fund). Pengumuman ini menyebabkan nilai baht
terdepresiasi hingga mencapai nilai terendah, yakni 28,20 baht per dollar AS
yang menyebabkan nilai dollar menguat, yang kemudian berimbas ke rupiah
Indonesia.
Sebenarnya krisis
yang terjadi di Indonesia bukan hanya karena dipicu oleh melemahnya nilai mata
uang Thailand baht terhadap dollar AS saja, tetapi juga disebabkan oleh sistem
ekonomi yang dijalankan oleh pemerintah pada saat itu.
Sebelumnya
krisis yang terjadi di negara-negara Asia seperti Thailand, Korea Selatan dan
Indonesia sudah dapat diramalkan walaupun waktunya tidak dapat dipastikan. Hal
ini terlihat dari defisit neraca yang terlalu besar dan terus meningkat pada
setiap tahunnya. Selama pemerintahan Presiden Soeharto (Orde Baru), Indonesia
menikmati pertumbuhan ekonomi yang mengesankan, dengan kembali membaiknya
hubungan politik dengan negara-negara Barat dan adanya kesungguhan pemerintah
untuk melakukan rekontruksi dan pembangunan ekonomi, maka arus modal mulai masuk
kembali ke Indonesia.
Namun
disamping kelebihan-kelebihan tersebut, terdapat kekurangan pada masa
pemerintahan Orde Baru. Melaui kebijakan-kebijakannya Indonesia memang
mengalami pertumbuhan ekonomi yang sangat pesat, namun dengan biaya yang sangat
mahal dan fundamental ekonomi yang rapuh. Hal inilah yang menyebabkan Indonesia
mengalami krisis ekonomi yang diawali dengan krisis pertukaran mata uang
terhadap dollar AS. Kecenderungan melemahnya mata uang rupiah semakin menjadi
ketika terjadinya aksi mahasiswa pada tanggal 12 Mei 1998 yang dikenal dengan
Tragedi Trisakti.
Akibat
krisis moneter yang melanda Indonesia, akhirnya Presiden Soeharto dipaksa
mundur dari jabatannya pada tahun 1998, yang kemudian digantikan posisinya oleh
Presiden B.J Habibie yang pada saat itu menjabat sebagai Wakil Presiden
Indonesia. Walaupun tidak banyak yang dapat beliau lakukan dengan masa
kepemerintahan yang hanya selama satu tahun, namun melalui kepemerintahannya,
Indonesia sedikit demi sedikit mengalami perbaikan dari segala aspek, baik itu
politik, ekonomi dan sistem pemerintahan. Sehingga masa ini di kenal sebagai
Era Reformasi.
BAB II
PEMBAHASAN
Krisis moneter yang melanda
Indonesia sejak awal Juli 1997, sementara ini telah berlangsung hampir dua
tahun dan telah berubah menjadi krisis ekonomi, yakni lumpuhnya kegiatan
ekonomi karena semakin banyak perusahaan yang tutup dan meningkatnya jumlah
pekerja yang menganggur. Memang krisis ini tidak seluruhnya disebabkan karena
terjadinya krisis moneter saja, karena sebagian diperberat oleh berbagai
musibah nasional yang datang secara bertubi-tubi di tengah kesulitan ekonomi
seperti kegagalan panen padi di banyak tempat karena musim kering yang panjang
dan terparah selama 50 tahun terakhir, hama, kebakaran hutan secara
besar-besaran di Kalimantan dan peristiwa kerusuhan yang melanda banyak kota
pada pertengahan Mei 1998 lalu dan kelanjutannya.
Krisis
moneter ini terjadi, meskipun fundamental ekonomi Indonesia di masa lalu
dipandang cukup kuat dan disanjung-sanjung oleh Bank Dunia. Yang dimaksud
dengan fundamental ekonomi yang kuat adalah pertumbuhan ekonomi yang cukup
tinggi, laju inflasi terkendali, tingkat pengangguran relatif rendah, neraca
pembayaran secara keseluruhan masih surplus meskipun defisit neraca berjalan
cenderung membesar namun jumlahnya masih terkendali, cadangan devisa masih
cukup besar, realisasi anggaran pemerintah masih menunjukkan sedikit surplus.
Yang
terjadi adalah, mendadak datang badai yang sangat besar, yang tidak mampu
dbendung oleh tembok penahan yang ada, yang selama bertahun-tahun telah mampu
menahan berbagai terpaan gelombang yang datang mengancam.
INDIKATOR
UTAMA EKONOMI INDONESIA 1990 - 1997
1990
|
1991
|
1992
|
1993
|
1994
|
1995
|
1996
|
1997
|
|
Pertumbuhan
ekonomi (%)
|
7,24
|
6,95
|
6,46
|
6,50
|
7,54
|
8,22
|
7,98
|
4,65
|
Tingkat
inflasi (%)
|
9,93
|
9,93
|
5,04
|
10,18
|
9,66
|
8,96
|
6,63
|
11,60
|
Neraca
pembayaran (US$ juta)
|
2,099
|
1,207
|
1,743
|
741
|
806
|
1,516
|
4,451
|
-10,021
|
Neraca
perdagangan
|
5,352
|
4,801
|
7,022
|
8,231
|
7,901
|
6,533
|
5,948
|
12,964
|
Neraca
berjalan
|
-3.24
|
-4,392
|
-3,122
|
-2,298
|
-2.96
|
-6.76
|
-7,801
|
-2,103
|
Neraca
modal
|
4,746
|
5,829
|
18,111
|
17,972
|
4,008
|
10,589
|
10,989
|
-4,845
|
Pemerintah
(neto)
|
633
|
1,419
|
12,752
|
12,753
|
307
|
336
|
-522
|
4,102
|
Swasta
(neto)
|
3,021
|
2,928
|
3,582
|
3,216
|
1,593
|
5,907
|
5,317
|
-10.78
|
PMA
(neto)
|
1,092
|
1,482
|
1,777
|
2,003
|
2,108
|
4,346
|
6,194
|
1,833
|
Cadangan
devisa akhir tahun (US$ juta)
|
8,661
|
9,868
|
11,611
|
12,352
|
13,158
|
14,674
|
19,125
|
17,427
|
(bulan
impor nonmigas c&f)
|
4,7
|
4,8
|
5,4
|
5,4
|
5,0
|
4,3
|
5,2
|
4,5
|
Debt-service
ratio (%)
|
30,9
|
32,0
|
31,6
|
33,8
|
30,0
|
33,7
|
33,0
|
|
Nilai
tukar Des. (Rp/US$)
|
1,901
|
1,992
|
2,062
|
2.11
|
2.2
|
2,308
|
2,383
|
4.65
|
APBN*
(Rp. milyar)
|
3,203
|
433
|
-551
|
-1.852
|
1,495
|
2,807
|
818
|
456
|
*
Tahun anggaran
Sumber
: BPS, Indikator Ekonomi; Bank Indonesia, Statistik Ekonomi Keuangan Indonesia;
World Bank, Indonesia in Crisis, July 2, 1998
Sebagai konsekuensi dari krisis moneter ini, Bank Indonesia
pada tanggal 14 Agustus 1997 terpaksa membebaskan nilai tukar rupiah terhadap
valuta asing, khususnya dollar AS, dan membiarkannya berfluktuasi secara bebas
(free floating) menggantikan sistim managed floating yang dianut pemerintah
sejak devaluasi Oktober 1978. Dengan demikian Bank Indonesia tidak lagi
melakukan intervensi di pasar valuta asing untuk menopang nilai tukar rupiah,
sehingga nilai tukar ditentukan oleh kekuatan pasar semata. Nilai tukar rupiah
kemudian merosot dengan cepat dan tajam dari rata-rata Rp 2.450 per dollar AS
Juni 1997 menjadi Rp 13.513 akhir Januari 1998, namun kemudian berhasil menguat
kembali menjadi sekitar Rp 8.000 awal Mei 1999.
Krisis Moneter dan Faktor-Faktor
Penyebabnya
Penyebab dari krisis ini bukanlah fundamental ekonomi
Indonesia yang selama ini lemah, hal ini dapat dilihat dari data-data statistik
di atas, tetapi terutama karena utang swasta luar negeri yang telah mencapai
jumlah yang besar. Yang jebol bukanlah sektor rupiah dalam negeri, melainkan
sektor luar negeri, khususnya nilai tukar dollar AS yang mengalami overshooting
yang sangat jauh dari nilai nyatanya1 . Krisis yang berkepanjangan ini adalah
krisis merosotnya nilai tukar rupiah yang sangat tajam, akibat dari serbuan
yang mendadak dan secara bertubi-tubi terhadap dollar AS (spekulasi) dan jatuh
temponya utang swasta luar negeri dalam jumlah besar.
Sementara menurut penilaian penulis, penyebab utama dari
terjadinya krisis yang berkepanjangan ini adalah merosotnya nilai tukar rupiah
terhadap dollar AS yang sangat tajam, meskipun ini bukan faktor satu-satunya,
tetapi ada banyak faktor lainnya yang berbeda menurut sisi pandang
masing-masing pengamat. Berikut ini diberikan rangkuman dari berbagai faktor
tersebut menurut urutan kejadiannya :
1.
Dianutnya
sistim devisa yang terlalu bebas tanpa adanya pengawasan yang memadai,
memungkinkan arus modal dan valas dapat mengalir keluar-masuk secara bebas
berapapun jumlahnya.
2.
Tingkat
depresiasi rupiah yang relatif rendah, berkisar antara 2,4% (1993) hingga 5,8%
(1991) antara tahun 1988 hingga 1996, yang berada di bawah nilai tukar
nyatanya, menyebabkan nilai rupiah secara kumulatif sangat overvalued. Ditambah
dengan kenaikan pendapatan penduduk dalam nilai US dollar yang naiknya relatif
lebih cepat dari kenaikan pendapatan nyata dalam Rupiah, dan produk dalam
negeri yang makin lama makin kalah bersaing dengan produk impor.
3.
Akar
dari segala permasalahan adalah utang luar negeri swasta jangka pendek dan
menengah sehingga nilai tukar rupiah mendapat tekanan yang berat karena tidak
tersedia cukup devisa untuk membayar utang yang jatuh tempo beserta bunganya
ditambah sistim perbankan nasional yang lemah.
4.
Permainan
yang dilakukan oleh spekulan asing (bandingkan juga Ehrke: 2-3) yang dikenal
sebagai hedge funds tidak mungkin dapat dibendung dengan melepas cadangan
devisa yang dimiliki Indonesia pada saat itu, karena praktek margin trading,
yang memungkinkan dengan modal relatif kecil bermain dalam jumlah besar.
5.
Kebijakan
fiskal dan moneter tidak konsisten dalam suatu sistim nilai tukar dengan pita
batas intervensi. Sistim ini menyebabkan apresiasi nyata dari nilai tukar
rupiah dan mengundang tindakan spekulasi ketika sistim batas intervensi ini
dihapus pada tanggal 14 Agustus 1997.
6.
Defisit
neraca berjalan yang semakin membesar yang disebabkan karena laju peningkatan
impor barang dan jasa lebih besar dari ekspor dan melonjaknya pembayaran bunga
pinjaman. Sebab utama adalah nilai tukar rupiah yang sangat overvalued, yang
membuat harga barang-barang impor menjadi relatif murah dibandingkan dengan
produk dalam negeri.
7.
Penanam
modal asing portfolio yang pada awalnya membeli saham besar-besaran
dimingimingi keuntungan yang besar yang ditunjang oleh perkembangan moneter
yang relatif stabil kemudian mulai menarik dananya keluar dalam jumlah besar.
8.
IMF
tidak membantu sepenuh hati dan terus menunda pengucuran dana bantuan yang
dijanjikannya dengan alasan pemerintah tidak melaksanakan 50 butir kesepakatan
dengan baik.
9.
Spekulan
domestik ikut bermain (Wessel et al., hal. 22). Para spekulan inipun tidak
semata-mata menggunakan dananya sendiri, tetapi juga meminjam dana dari sistim
perbankan untuk bermain.
10.
Terjadi
krisis kepercayaan dan kepanikan yang menyebabkan masyarakat luas menyerbu
membeli dollar AS agar nilai kekayaan tidak merosot dan malah bisa menarik
keuntungan dari merosotnya nilai tukar rupiah.
Di lain pihak harus diakui bahwa sektor riil sudah lama
menunggu pembenahan yang mendasar, namun kelemahan ini meskipun telah
terakumulasi selama bertahun-tahun masih bisa ditampung oleh masyarakat dan
tidak cukup kuat untuk menjungkir-balikkan perekonomian Indonesia seperti
sekarang ini. Krisis pecah karena terdapat ketidak seimbangan antara kebutuhan
akan valas dalam jangka pendek dengan jumlah devisa yang tersedia, yang
menyebabkan nilai dollar AS melambung dan tidak terbendung. Sebab itu tindakan
yang harus segera didahulukan untuk mengatasi krisis ekonomi ini adalah
pemecahan masalah utang swasta luar negeri, membenahi kinerja perbankan
nasional, mengembalikan kepercayaan masyarakat dalam dan luar negeri terhadap
kemampuan ekonomi Indonesia, menstabilkan nilai tukar rupiah pada tingkat yang
nyata, dan tidak kalah penting adalah mengembalikan stabilitas sosial dan
politik.
Program Reformasi Ekonomi IMF
Menurut
IMF, krisis ekonomi yang berkepanjangan di Indonesia disebabkan karena
pemerintah baru meminta bantuan IMF setelah rupiah sudah sangat terdepresiasi.
Strategi pemulihan IMF dalam garis besarnya adalah mengembalikan kepercayaan
pada mata uang, yaitu dengan membuat mata uang itu sendiri menarik. Inti dari
setiap program pemulihan ekonomi adalah restrukturisasi sektor finansial.
Program
bantuan IMF pertama ditanda-tangani pada tanggal 31 Oktober 1997. Program
reformasi ekonomi yang disarankan IMF ini mencakup empat bidang :
1. Penyehatan sektor keuangan
2. Kebijakan fiscal
3. Kebijakan moneter
4. Penyesuaian struktural.
Karena
dalam beberapa hal program-program yang diprasyaratkan IMF oleh pihak Indonesia
dirasakan berat dan tidak mungkin dilaksanakan, maka dilakukanlah negosiasi
kedua yang menghasilkan persetujuan mengenai reformasi ekonomi (letter of
intent) yang ditanda-tangani pada tanggal 15 Januari 1998, yang mengandung 50
butir. Saransaran IMF diharapkan akan mengembalikan kepercayaan masyarakat
dengan cepat dan kurs nilai tukar rupiah bisa menjadi stabil. Pokok-pokok dari
program IMF adalah sebagai berikut:
A.
Kebijakan
Makro Ekonomi
o
Kebijakan
fiscal
o
Kebijakan
moneter dan nilai tukar
B. Restrukturisasi Sektor Keuangan
o
Program
restrukturisasi bank
o
Memperkuat
aspek hukum dan pengawasan untuk perbankan
C.
Reformasi
Struktural
o
Perdagangan
luar negeri dan investasi
o
Deregulasi
dan swastanisasi
o
Social
safety net
o
Lingkungan
hidup
Setelah pelaksanaan reformasi kedua ini kembali menghadapi
berbagai hambatan, maka diadakanlah negosiasi ulang yang menghasilkan
supplementary memorandum pada tanggal 10 April 1998 yang terdiri atas 20 butir,
7 appendix dan satu matriks. Cakupan memorandum ini lebih luas dari kedua
persetujuan sebelumnya, dan aspek baru yang masuk adalah penyelesaian utang
luar negeri perusahaan swasta Indonesia. Jadwal pelaksanaan masing-masing
program dirangkum dalam matriks komitmen kebijakan struktural. Strategi yang akan
dilaksanakan adalah :
1.
Menstabilkan
rupiah pada tingkat yang sesuai dengan kekuatan ekonomi Indonesia
2.
Memperkuat
dan mempercepat restrukturisasi sistim perbankan
3.
Memperkuat
implementasi reformasi struktural untuk membangun ekonomi yang efisien dan
berdaya saing
4.
Menyusun
kerangka untuk mengatasi masalah utang perusahaan swasta
5.
Kembalikan
pembelanjaan perdagangan pada keadaan yang normal, sehingga ekspor bisa bangkit
kembali
Ke-tujuh
appendix adalah masing-masing :
1.
Kebijakan
moneter dan suku bunga
2.
Pembangunan
sektor perbankan
3.
Bantuan
anggaran pemerintah untuk golongan lemah
4.
Reformasi
BUMN dan swastanisasi
5.
Reformasi
struktural
6.
Restrukturisasi
utang swasta
7.
Hukum
Kebangkrutan dan reformasi yuridis.
Dampak Dari Krisis Moneter
Krisis Moneter
membawa dampak yang kurang baik bagi Negara yang mengalaminya, ini disebabkan
karena kurs nilai tukar valas, khususnya dollar AS, yang melambung tinggi.
Dampak yang terlihat seperti :
Ø Banyak perusahaan
yang terpaksa mem-PHK pekerjanya dengan alasan tidak dapat membayar upah para
pekerjanya sehingga menambah angka pengangguran
Ø Pemerintah kesulitan
menutup APBN
Ø Harga barang yang
naik cukup tinggi, yang mengakibatkan masyarakat kesulitan mendapat
barang-barang kebutuhan pokoknya
Ø Utang luar negeri
melonjak
Ø Harga BBM naik
Ø Kemiskinan juga
termasuk dampak krisis moneter
Ø Meningkatnya jumlah
penduduk yang miskin tidak terlepas dari jatuhnya nilai mata uang yang tajam,
yang menyebabkan terjadinya kesenjangan antara penghasilan yang berkurang
akibat PHK atau naik sedikit dengan pengeluaran yang meningkat tajam karena
tingkat inflasi yang tinggi.
Disaat krisis itu
terjadi banyak pejabat yang melakukan korupsi. Sehingga mengurangi pendapatan
para pekerja yang lain. Banyak perusahaan yang meminjam uang pada perusahaan
Negara asing dengan tingkat bunga yang lumayan tinggi, hal itu menambah beban
utang Negara. Dampak dari krisis moneter lebih banyak yang negative
dibandingkan dampak positifnya. Itu di karenakan krisis ini mengganggu
kesejahteraan masyarakat.
Ciri Negara Yang Mengalami
Krisis Moneter
Ciri ciri suatu negara yang rentan terhadap krisis
moneter :
1. Memiliki jumlah hutang luar negeri
yang cukup besar
2. Mengalami inflasi yang tidak
terkontrol
3. Defisit neraca pembayaran yang
besar
4. Kurs pertukaran mata uang yang
tidak seimbang
5. Tingkat suku bunga yang diatas
kewajaran Jika ciri ciri di atas dimiliki oleh sebuah negara, maka dapat
dipastikan Negara tersebut hanya menunggu waktu mengalami krisis ekonomi.
Kebijakan Moneter Dalam
Menangani Krisis Moneter
Macam-macam
kebijakan moneter dalam rangka mengatasi krisis moneter :
1. Operasi
pasar terbuka (Open market operation) terbuka
adalah cara mengendalikan uang yang beredar dengan menjual atau membeli surat
berharga pemerintah (government security). Jika ingin menambah jumlah
uang beredar, pemerintahan akan membeli surat berharga pemerintah. Namun,
bila ingin jumlah uang yang beredar berkurang, maka pemerintah akan menjual
surat berharga pemerintah kepada masyarakat.
2. Fasilitas
Diskonto (Discount Rate) adalah
pengaturan jumlah uang beredar dengan memainkan tingkat bunga bank sentral pada
bank umum. Bank umum kadang-kadang mengalami kekurangan uang sehingga harus
meminjam ke bank sentral. Untuk membuat jumlah uang bertambah, pemerintah
menurunkan tingkat bunga bank sentral, serta sebaliknya menaikan tingkat bunga
demi membuat uang yang beredar berkurang.
3. Rasio
cadangan wajib (Reserve Requirement
Ratio) adalah mengatur jumlah uang yang
beredar dengan memainkan jumlah dana cadangan perbankan yang harus
disimpan oleh pemerintah. Untuk menambah jumlah uang, pemerintah menurunkan
rasio cadangan wajib. Untuk menurunkan jumlah uang beredar, pemerintah menaikan
rasio.
4. Himbauan
moral (moral persuasion) adalah
kebijakan moneter untuk mengatur jumlah uang beredar dengan jalan member
himbauan kepada pelaku ekonomi. Contohnya seperti menghimbau perbankan pemberi
kredit untuk berhati-hati dalam mengeluarkan kredit untuk mengurangi jumlah
uang beredar dan menghimbau agar bank meminjam uang lebih ke bank sentral untuk
memperbanyak jumlah uang beredar pada perekonomian.
BAB III
KESIMPULAN
A.
Kesimpulan
Sebagai salah satu negara berkembang, Indonesia tentu saja
sering mengalami krisis moneter. Krisis moneter yang paling parah terjadi pada
pertengahan tahun 1997, pada saat pemerintahan Presiden Soeharto. Padahal
sebelumnya, pertumbuhan ekonomi di Indonesia pada saat itu sangat mengesankan,
bahkan mendapat pujian dari Bank Dunia sebagai negara Asia berkinerja tinggi.
Namun, ketika krisis finansial mulai melanda kawasan Asia
yang di awali dengan melemahnya nilai tukar Thailand baht terhadap dollar AS,
menyebabkan mata uang dollar semakin menguat dan akhirnya berimbas ke rupiah.
Hal ini menyebabkan nilai tukar rupiah merosot, dari Rp. 2.500 per dollar AS,
menjadi Rp. 3.000 per dollar AS pada minggu ke dua Juli 1997. Bank Indonesia
berusaha membuat kebijakan dengan melebarkan rentang kendali rupiah, namun
krisis moneter, yang diikuti dengan semakin menipisnya tingkat kepercayaan,
membuat nilai rupiah semakin sulit dikontrol.
Langkah Presiden Soeharto mengundang Dana Moneter
Internasional pada 8 Oktober 1997 tidak banyak membantu, justru sebaliknya semakin
menambah beban hutang yang harus di tanggung rakyat Indonesia. Kebijakan
pemerintah menutup 16 bank membuat pelaku usaha semakin hilang arah. Nilai
rupiah semakin terperosok pada level Rp. 5.097 per dollar AS. Pada 8 Januari
1998, rupiah semakin melemah menjadi Rp. 9.800 per dollar AS dan mencapai Rp.
11.050 pada akhir Januari 1998.
Jika dicermati, krisis moneter yang terjadi di Indonesia
tidak hanya disebabkan oleh krisis finansial yang melanda kawasan Asia saja,
tetapi juga di sebabkan oleh fundamental ekonomi Indonesia yang lemah. Selain
itu, akibat melemahnya nilai rupiah terhadap dollar menyebabkan Indonesia
kesulitan membayar hutang luar negeri yang sudah menumpuk sebelum krisis
moneter terjadi. Hal ini akhirnya berdampak pada kegiatan ekonomi di dalam
negeri. Banyak perusahaan-perusahaan yang melakukan PHK, yang akhirnya semakin
menambah jumlah pengangguran di Indonesia. Selain itu, harga bahan-bahan pokok
pun meroket naik dan mengalami kelangkaan. Angka kemiskinan semakin bertambah.
Banyak rakyat Indonesia yang menderita.
Hal ini akhirnya memicu kerusuhan-kerusuhan yang dilakukan
para cendikiawan dan mahasiswa, yang menuntut Presiden Soeharto untuk
mengundurkan diri dari jabatannya. Rangkaian aksi kerusuhan mencapai puncaknya
dengan meletusnya Tragedi Trisakti pada 12 Mei 1998. Pada waktu itu, mahasiswa
Universitas Trisakti sedang melancarkan aksi unjuk rasa, namun mereka di hadang
oleh aparat keamanan, dan terjadilah bentrokan yang mengakibatkan tewasnya
empat orang mahasiswa akibat tembakan peluru tajam.
Kerusuhan juga berlangsung di beberapa daerah, telah
menimbulkan korban ratusan jiwa dan harta benda. Aksi-aksi kekerasan massa,
perusakan, pembakaran, penjarahan, hingga tindakan asusila, menimbulkan
kesedihan dan luka yang mendalam bagi bangsa Indonesia. Dengan kondisi negara
yang kacau balau, diantara para demonstran yang tidak juga berhenti melakukan
kerusuhan, akhirnya pada tanggal 21 Mei 1998 Presiden Soeharto resmi
mengundurkan diri dari jabatannya yang kemudian di gantikan oleh B.J Habibie
yang pada saat itu menjabat sebagai Wakil Presiden.
Walaupun banyak masyarakat yang meragukan kemampuannya untuk
memimpin bangsa Indonesia, tetapi B.J Habibie telah menunjukan beberapa
prestasinya yang mengesankan. Jika di bandingkan dengan kondisi Indonesia pada
saat mengalami krisis moneter tahun 1997, pada tahun 1999 telah mengalami
perbaikan yang berarti. Pada masanya, Presiden B.J Habibie telah berhasil
mengurangi tingkat kemiskinan dan pengangguran masyarakat Indonesia. Nilai
tukar rupiah kembali menguat serta laju inflasi mulai stabil, bahkan berkisar
pada 2% saja. Selain itu kondisi perbankan di Indonesia mulai kembali sehat.
B.
Saran
Kita sebagai generasi muda hendaknya mengambil pelajaran
dari peristiwa-peristiwa yang pernah terjadi pada saat indonesia mengalami
krisis moneter. Berfikir sebelum bertindak sangat diperlukan. Jangan sampai
mengambil tindakan yang dapat merugikan semua kalangan seperti tawuran atau
demo yang berakhir dengan anarkis sehingga memakan korban jiwa. Dan bagi
pemerintah hendaknya lebih memperhatikan sistem perekonomian di indonesia
sehingga krisis moneter seperti yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 tidak
terulang kembali.
DAFTAR PUSTAKA
-
1. http://www.academia.edu/7309726/Krisis_moneter_adalah_krisis_yg_berhubungan_dengan_uang_atau_keuangan_suatu_Negara
. Kamis, 19 Maret 2015 pukul 21.01